Rabu, 12 September 2007

Selayang Panjang

Kami tak lagi membuat layang-layang dari jerami
Kami tak lagi melihat bayang-bayang dari matahari
Kami tak lagi merasa sayang-sayang tiap hari
Kami tak lagi memanggil moyang-moyang dengan sesaji
Kami tak lagi bisa mengenang-ngenang sebait puisi
Kami tak lagi mampu goyang-goyang bareng Bapak Tardji
Yang ada kini hanya ...

Beribu bilah parang-parang bikin mati...

Senin, 30 Juli 2007

Dialog Resah - Riang

Resah itu selalu datang pada:
Senin yang Fajar
Menjadi paranoid yang usang
Menjadi parasit yang lekang
Menjadi makian yang lantang
Sebuah borgol di setiap ruang
Lalu terpelanting dalam
Langkah yang merutin

Geliat itu selalu datang pada:
Jumat senja selepas Maghrib
Membuat boneka yang girang
Membuat bocahku lalu riang
Membuat seleraku kembali garang
Ya, dimulai pada:
Jumat senja selepas Maghrib
Hingga, semaput pada:
Senin yang Fajar



Sabtu, 28 Juli 2007

Cerita Dalam Pesan-pesan Singkat

- Yang tersasar dari dengung senandung -


Seorang pemburu sinting yang tak pernah lelah mengejar buruannya
- walaupun harus mengelilingi hutan. Sesekali buruan itu datang
Mereguk air yang disiapkan: di telapak tangannya. Lalu buruan itu lari lagi, hingga si Pemburu ini berjanji: 'Peluru andalan harus tertanam di dada si buruan'.

Dan suatu saat ia lelah dan beristirahat sejenak dibawah pohon rindang di padang rumput. Ternyata ia bertemu seorang penggembala yang sedang menunggu piaraannya, merumput. Tapi sepertinya piaraannya merumput di tempat yang jauh. Awalnya ia membiarkannya, tapi lama-lama ia bosan dibunuh sepi.

Akhirnya mereka berbagi tawa hanya untuk melupakan lelah dan bosan. Hingga tanpa sadar, peluru andalan milik pemburu diambil secara tak sengaja oleh penggembala. Pemburu ling-lung, janjinya ingkar. Tak lama piaraan penggembala datang, lalu mereka pulang kerumah mereka yang nyaman. Pemburu bingung karena peluru andalan sudah raib tak mungkin dia kembali memburu buruannya.

Rabu, 25 Juli 2007

Biar Diam

- tentang 'Lagu' -

Ssssssttttt.......!!!!
Aku suka yang bisik-bisik
Yang samar-samar
Yang pelan dan tenang
Yang sunyi dan temaram

Semua ini berawal dari entah
Lalu berjalan bersama apakah
Hingga terucap sebait biarlah
Dan satu persatu bagian tubuhku
: juga tubuhmu
Mengiyakan selaras galah
Buat tunjuk dan cegah gundah
Aku tahu, kamu tahu
Disini ada lelah

Sungguh,
Semua ini berawal dari yang sangat biasa
Tak pernah saling lempar rekayasa
Tapi kok?
Lantas yang muncul justru
yang nggak biasa
Meski kayak cerita lama
Ya... Lama. Lama. Lama. Lama dan biasa (kah?)

Sumpah,
Kesadaran macam apa ini?
Yang membawa pada tawa-tawa.
Ini memang bukan kisah Warhol dan Monroe
Tapi disini,
Ada juga cerita yang warna-warni

Lantas,
Kamu menyeruak dalam segala pesan singkat
Juga beberapa perbincangan di ponsel
Bahkan,
Sempat menamai beberapa bagian rumahku ini
Dan seperti biasa,
Aku mengiyakan.

Sampai,
Aku merinding dengan apa yang kita sepakati
Sebagai
Perjalanan tanpa nama tanpa peta
Dan (masih) seperti biasa
Aku mengiyakan .....

Senin, 23 Juli 2007

Kamu - Aku

; ini perihal kita

Kamu lalu beranjak sigap
Memunguti airmata
Yang tersiar dalam berita
Lantas melempar ranjau
Di ulu hati Bapak
Berharap bertemu dalam ledakan

Aku lalu memilih lari
: atau terbang, mungkin
Memelihara sayap yang jalang
Sembari mendekap boneka panda
: tanda mata dari Ibumu
Pada hari yang tak kutahu
Siang ataukah malam !!!

18 Juli 07

Minggu, 15 Juli 2007

Di Pagi Buta

Di pagi
Akukah yang buta?
Apa kamu?
Bukan?
Lalu?
Kita?
Enggak kok,
Aku nggak ngerasa buta
Kamu aja yang ke-GR-an

Kamis, 12 Juli 2007

MALAM YANG SENTIMENTIL

; buat kamu

Beberapa
malam itu benar-benar mencekam
Aku duduk, berbaring dalam kejang
Tanpa rokok, juga secangkir kopi
Kamu hadir di lagu-lagu sakau
Tanpa gurau, juga sedikit nasi
Kamu datang bersama dering-dering telepon
Lalu ...
Aku teringat sebuah sajak usang
Bikinan Mira Sato buat Remy .....
Lepas Isya, Nginden, 090707


catatan:
sajak Mira Sato buat Remy Silado itu aku lupa judulnya, tapi isinya aku hapal di liar kepala, begini:
Didepanmu aku bilang : Remy
Remy
Remy
Remy
Remy
Dibelakangmu aku bilang: MATAMU...!!

SAJAK SURABAYA

HUJAN YANG BOSAN

Bocah itu masih riang
Berkecipak pada air di atas telapak
Di jalanan kampung dekat senja
Nikmati hujan yang di tolak tanah
Tanah yang enggan serap air
Menggenang bareng sampah juga Lumpur
Ya, hadiah Tahun Baru,
Banjir yang jujur, bukan hal baru
Sekedar rajin tebar bau!!
25 Des 05. 17:49

WANITA DEKAT HUJAN

Di bawah hujan yang tak terlalu
Di tepi jalanan yang tergenang, setengah banjir
Antara tujuh atau delapan bulanan
Kutaksir usia kandungannya
Menenteng tas plastik di kiri
Payung di kanan
Menunggu taksi.
Kenapa dia sendiri?
Lalu dimana suaminya?
~ Ah, jangan tanya tentang pria !

Ya, di antara hujan ia masih bersama taksi.
Di jalan yang lain
Sekian perempuan tak berpayung
Tak bertaksi,
Juga
Tak berlelaki !!
~ Ah, tak usah tanya tentang pria !!
27 Des 05. hampir Isya

DAUN

Yang menguning kuyu
Jatuh depan fakultas
Sehelai tepat di kepalaku,
Benar, semoga kita tetap berdamai.
28 Des 05, 10:55

DIALOG

Paman, apa yang kau dirikan?
~ Aku buat tenda agar aman!
Tapi paman, kemarin kau bongkar tenda!
~ Itu karena mengganggu ketertiban!
Kalau tendamu tidak, paman?
~ Ini justru menjaga ketertiban!
Tapi paman, tendamu gusur yang lain!
~ Gak papa, kan Cuma sedikit!
Tetapi paman, …… !
~ Ssssssstttttt !!!!!
dpn WTC, 27 Des 05. 09:25

HANTAM SAJA

Mereka berteriak,
Semakin lantang menantang.
Jujur, ini bukan sekedar adu otot
Ini perjudian tentang perut,
Tentang aroma nyawa!
Yang sekian masa tercekik
Konspirasi taik kucing Istana
Yang sok paham kebutuhan
Anak kaki serpihan limbah
Padahal,
Omong kosong perduli orang lain
Jadi, ……
Tak ada salah, tak perlu ragu
Hantam saja mereka, Kawan!!!!
17 Jan 06. 23:12

DEMO !

Ribu-ribuan buruh memburu
Mantap siap santap aparat
Baur gempur Gubernur
Teriak nyalak galak
Gemuruh luluh peluh, melepuh!
Anjing! Maling!
Beri nasi kami!
17 Jan 06. 23:18


DI DALAM BIS KOTA

Di dalam bis kota
Yang penuh sesak, siang itu
Ya, kebetulan aku berdiri
Mereka yang duduk
Wajah-wajah itu
Datar, entah!
Yang kenal tak saling bicara
Yang asing tak saling sapa
Pengharapankah?
Kebosanan yang niscaya
Sedang menunggui waktu ke tujuan
Tak tawa, tak lara. Tak ada!
Hanya nanar ke jendela
Lalui, entah apa yang telah terlalui
Di dalam bis kota, masih di siang itu
Hanya keringat yang perlu siasat
Hanya asap yang mesti di sadap
Usah, jangan kita meratap!
Tak kan usai dengan sekedar berandai
Tak juga sampai meski santai
Toh ini hanya sebuah bis kota
Yang bawa aku, kamu, kemana entah
Yang antar gundah tuju tuah
Yang sisir jalan lewat nyinyir angan
Di dalam bis kota
Yang penuh sesak, siang itu
Apa yang hendak di catat
Tak ada!
Kita telah sepakat,
Untuk diam menuju tujuan.
07 Feb 06. 16:45

PADA SURABAYA

Pada Surabaya suatu ketika
:Kulihat sakit begitu irit
Enggan hamburkan aduh
Pantang meringis lantang
Sebab sakit butuh banyak duit
Sampai sekarat buat yang melarat
Pada Surabaya pula suatu ketika
:Kutemukan Tuhan begitu nyata
Berselubung di balik kotak warna
Tertangkap dalam etalase kaca
Bergelayut pada lift sepanjang plaza
Bahkan,
Menyapa juga keriuhan IrBa
Sesekali mampir ke Pattaya
Pada Surabaya Tuhan begitu nyata!
Masih terpagut di langit Surabaya
:Tak masih tertinggal bangga
Tak jarang terbang selaksa asa
Antara rumah kardus busuk tepian Kalimas
Tertutup Darmala dari jalan raya
Lampiaskan angkuh belakangi kumuh
Siratkan perdu Kontrasmu Bisu*)
Pada Surabaya terkandung bahasa
:Bahasa entah sebuah ibukota
Tak saling berpaling meski tak asing
Sebab Surabaya terus bergasing
Sebab Surabaya harus bersaing
Dalam kelabu runding para maling
Pada Surabaya berdenyut bising!

*) Salah satu judul lagu Iwan Fals tentang Jakarta
22 Feb 06. 15:04




SYAIR TESTIMONI

Syairku tak jua bawa bahagia
Sajakku tak bisa hadirkan asa
Puisiku tak mampu tepis haru
Larikku tak kunjung buang kabung
Rimaku tak kulum sebuah senyum
: Sebab tak terbaca pada Surabaya
Alasanku bikin puisi cinta
Juga ode bagi sebuah kota!
22 Feb 06. 15:26


BERITA

langit hitam Surabaya sayang,
sampaikan kabar putus asa
mengenai kota berjuta nyawa
23 Feb 06

Rabu, 27 Juni 2007

Sesuatu dari Kawanku

hari ini, rabu 27 Juni 07.
Seorang kawan yang suka baca buku menawariku untuk membeli bukunya yang dibelinya beberapa bulan yang lalu. Aku emang dah lama naksir buku itu, tetapi selalu saja belum sempat untuk membelinya. Nah, ketika tawaran itu ditujukan padaku dengan menyebut sekian nominal, langsung aku iyakan. Ketika aku tanya kenapa juga harus dijual, dia jawab kalau buku itu terlalu datar dan klimaks kurang(?).
Wah? Aku jadi makin penasaran ama buku itu. Masak sih sedemikian pendek kesimpulan si Kawan?
Masa bodo dengan alasannya.
Jadi hari ini buku itu telah menjadi milikku dengan "harga teman".
mau tahu buku apa?
AKU, BUKU, DAN SEPOTONG SAJAK CINTA nya Muhidin M Dahlan.


:: Nginden, 27 Juni 07 ::