Rabu, 27 Februari 2008

Brubah

Tak lagi kulihat ilalang
Tak lagi kulihat belalang
Tak lagi kulihat layang-layang
Tak lagi kulihat tanah lapang
Tak lagi kulihat kebun pisang
Tak lagi kulihat petani punya ladang
Tak lagi kulihat bocah bermain pelepah pisang

Perlahan kini telah jadi kawat baja
Telah jadi paving yang rata
Telah jadi aspal jalan raya
Telah jadi perumahan orang kaya
Telah jadi sarana golf saja
Telah jadi kompleks yang dijaga
Telah jadi permainan segala wahana

Aku lupa dengan petak umpet
Sebab sekarang anak-anak punya gadget

Jumat, 22 Februari 2008

Salam Marah Salam Rindu

Pada tebal botol-botol bir
Pada coklat filter-filter tembakau
Pada kental seduhan-seduhan kopi
Aku lampirkan kesal
Setiap sesal yang sengal
Aku lampirkan badai
Yang lalai aku urai
Iya, marahku....
Menguap bareng bir
Melenyap bareng asap tembakau
Mengendap bareng kopi

Kemarahanku lurus saja
Di tanah-tanah datar beraspal
Di latar-latar datar ber-paving
Tak pernah menghantam apapun
Tak pernah membentur siapapun
Kemarahanku lurus saja

Kerinduanku pelan saja
Di jalan-jalan penuh absenan mobil
Di pasar-pasar riuh maki mahal harga
Kadang,
Mampir di perempatan-perempatan monumen pengemis
Singgah di median jalan sumbangan Masjid
Tak pernah sampai ke manapun
Tak pernah berhenti kapanpun
Kerinduanku pelan saja

Pada tebal botol-botol bir
Pada coklat filter-filter tembakau
Pada kental seduhan-seduhan kopi
Aku sampaikan salamku
Bagi kawan-kawan malam
Bagi kepala-kepala bebal
Bagi kaki-kaki berkeringat
Bagi yang marah, bagi yang rindu